Strategi Wamenkes Baru: Percepatan Eliminasi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia
Indonesia masih menduduki peringkat tinggi secara global untuk kasus Tuberkulosis (TBC), penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dalam upaya mencapai target eliminasi TBC global pada tahun 2030, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) yang baru dilantik, Prof. Dr. Budi Santoso, segera memperkenalkan Strategi Wamenkes yang berfokus pada pendekatan berbasis komunitas, digitalisasi pelacakan kasus, dan penguatan layanan primer. Penguatan ini sangat krusial, mengingat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 824.000 kasus TBC terdiagnosis di Indonesia pada tahun 2024, sebuah tantangan besar yang membutuhkan langkah-langkah luar biasa dan terintegrasi.
Salah satu pilar utama Strategi Wamenkes adalah peningkatan penemuan kasus aktif secara proaktif (Active Case Finding – ACF). Tidak lagi mengandalkan pasien yang datang ke fasilitas kesehatan (Passive Case Finding), Kemenkes kini menggerakkan 100.000 kader kesehatan di seluruh Puskesmas di 10 provinsi dengan kasus TBC tertinggi, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Para kader ini bertugas melakukan screening dan kontak tracing di rumah tangga dan lingkungan padat penduduk, dengan target menemukan 90% dari estimasi kasus TBC yang belum terdiagnosis. Penerapan program ACF ini diharapkan dapat mempercepat deteksi dan isolasi kasus, yang secara statistik terbukti paling efektif memutus rantai penularan.
Pilar kedua adalah integrasi layanan TBC ke dalam sistem kesehatan primer. Strategi Wamenkes menuntut agar setiap Puskesmas memiliki minimal 1 alat diagnosis cepat molekuler (TCM) dan memastikan ketersediaan obat Fixed Dose Combination (FDC) TBC yang stabil. Sejak 1 November 2025, Kemenkes mulai mendistribusikan 500 unit alat TCM tambahan ke Puskesmas di seluruh Indonesia, didukung oleh pelatihan intensif bagi 2.000 tenaga analis laboratorium. Dengan adanya alat TCM di tingkat Puskesmas, waktu tunggu hasil diagnosis yang sebelumnya bisa memakan waktu 7 hari, kini dapat dipersingkat menjadi kurang dari 2 jam.
Selain itu, digitalisasi menjadi kunci pengawasan. Wamenkes menginstruksikan penggunaan Platform Pelacakan TBC Nasional, yang terintegrasi dengan data One Health System, untuk memantau kepatuhan pasien dalam minum obat selama 6 bulan. Petugas kesehatan diwajibkan melakukan pembaruan data pasien setiap 3 hari. Langkah-langkah tegas ini, yang fokus pada peningkatan penemuan kasus dan pemantauan pengobatan yang ketat, adalah upaya serius untuk mencapai eliminasi TBC di Indonesia.
